Ringkasan Singkat
Video ini membahas tentang kontroversi pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto dan menjelaskan bahwa penentuan pahlawan nasional seringkali dipengaruhi oleh kepentingan ideologis dan politis daripada fakta sejarah. Sejarah ditulis untuk membentuk identitas bangsa yang positif, sehingga tokoh-tokoh yang dianggap pahlawan seringkali "dibersihkan" dari catatan buruk mereka.
- Sejarah seringkali dipengaruhi oleh kepentingan ideologis dan politis.
- Identitas bangsa dibentuk melalui sejarah yang diglorifikasi.
- Tokoh-tokoh pahlawan nasional seringkali "dibersihkan" dari aib mereka.
Pendahuluan [0:00]
Guru Gembul membuka video dengan membahas kontroversi pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto oleh Prabowo Subianto. Kebijakan ini menuai kritik karena Soeharto dianggap bertanggung jawab atas pembantaian, pelanggaran HAM, dan korupsi. Guru Gembul menyatakan bahwa ia akan menjelaskan mengapa Soeharto layak menjadi pahlawan nasional, bukan karena ia setuju dengan tindakan Soeharto, tetapi karena mekanisme penentuan pahlawan nasional itu sendiri bermasalah.
Sejarah dan Kepentingan [1:57]
Tidak ada satu pun sejarah yang benar-benar faktual. Sejarah yang disajikan kepada masyarakat seringkali penuh dengan glorifikasi, demonisasi, manipulasi, dan interpretasi yang dipaksakan demi kepentingan tertentu. Sejarah ditulis berdasarkan kepentingan ideologis dan politis untuk membentuk identitas sebuah bangsa. Setiap bangsa membutuhkan identitas yang baik, sehingga sejarah seringkali dipenuhi dengan kebaikan dan tanpa cacat.
Ideologi dalam Penulisan Sejarah [3:36]
Sejarah ditulis berdasarkan kepentingan ideologis. Contohnya, narasi bahwa Indonesia dijajah selama 350 tahun, meskipun tidak sepenuhnya sesuai dengan fakta, digunakan untuk meyakinkan masyarakat bahwa ada entitas politik bernama Indonesia yang sudah ada sejak lama dan dijajah oleh Belanda. Tokoh-tokoh seperti Gajah Mada dan Sultan Iskandar Muda dijadikan pahlawan nasional meskipun mereka tidak pernah memikirkan Indonesia seperti yang dipahami di era modern. Mereka dicatut namanya berdasarkan kepentingan ideologi.
Pembersihan Aib Pahlawan Nasional [6:59]
Pahlawan-pahlawan nasional seringkali "dibersihkan" dari aib dan cacat moral yang mereka miliki demi meneguhkan persatuan dan kesatuan bangsa. Contohnya, Sultan Iskandar Muda dikenal kejam saat melakukan invasi, tetapi cerita-cerita tersebut dihilangkan dalam buku sejarah putih. Demikian pula dengan Sultan Agung dari Mataram yang juga dikenal kejam. Tuku Umar, yang dikenal sebagai pahlawan Aceh yang melawan Belanda, sebenarnya pernah berpihak pada Belanda sebelum akhirnya bertobat.
Kasus Kartini [11:53]
Ibu Kartini seringkali dinarasikan sebagai pahlawan wanita Indonesia yang menginspirasi emansipasi wanita. Namun, Guru Gembul berpendapat bahwa Kartini sebenarnya lebih merupakan pahlawan bagi kerajaan Belanda. Buku "Dari Gelap Terbitlah Terang" lebih banyak dipublikasikan di Belanda dan isinya adalah keluhan tentang betapa buruknya menjadi orang pribumi dan betapa irinya Kartini terhadap kehidupan wanita feminis Belanda. Buku ini digunakan oleh Belanda untuk menampar para pengkritik dan menunjukkan bahwa mereka berhasil mendidik orang-orang pribumi. Kartini lebih memilih menjadi istri ketiga seorang bangsawan daripada bersekolah ke Belanda, yang menimbulkan pertanyaan tentang apakah buku tersebut benar-benar ditulis olehnya.
Kesimpulan [18:19]
Guru Gembul mempersilakan Baraya untuk menyanggah pernyataannya dan membuka kemungkinan bahwa analisisnya salah. Intinya adalah betapa kontroversialnya pahlawan-pahlawan nasional jika dilihat berdasarkan fakta, bukan kepentingan. Sejarah nasional harus bersih dari cacat, sehingga tokoh-tokoh kontroversial seperti Soeharto akan "dibersihkan" dan diglorifikasi di masa depan. Hal ini juga menjadi alasan mengapa Joko Widodo memaksakan pengesahan IKN, karena ia yakin akan diglorifikasi sebagai presiden yang memulai pemindahan ibu kota. Sejarah ditulis untuk membentuk identitas yang baik di masa depan, bukan berdasarkan fakta semata.